Sabtu, 29 Agustus 2009

Sihir Dalam Pandangan Al-Qur'an Dan As-Sunnah 6/6

Oleh
Wahid bin Abdissalam Baali
Bagian Terakhir dari Enam Tulisan [6/6]




Ketiga : Pendapat Para Ulama

[1]. Al-Khaththabi rahimahullah berkata: “ Sekelompok orang dari kalangan ahli ilmu tabi’at sihir, telah mengingkari adanya sihir dan menafikan hakikatnya. Hal itu dapat dijawab, bahwa sihir itu sudah jelas ada dan hakikatnya pun nyata. Mayoritas umat dari bangsa Arab, Persia, India dan sebagian bangsa Romawi telah menyepakati keberadaan sihir. Mereka itu adalah penduduk bumi yang paling utama dan paling banyak ilmu, serta hikmah. Allah Ta’ala berfirman:

“Artinya : Mereka mengajarkan sihir kepada manusia.” [Al-Baqarah : 102]

Dan Allah pun memerintahkan agar berlindung darinya, dimana Dia berfirman:

“Artinya : Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul.” [Al-Falaq : 4]

Mengenai hal tersebut, telah diriwayatkan beberapa hadits dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam yang tidak mungkin diingkari kecuali oleh orang yang mengingkari hal yang jelas dan pasti.

Para fuqoha’ telah memberikan beberapa alternatif mengenai hukuman bagi tukang sihir. Dan sesuatu yang tidak mempunyai dasar yang pasti maka tidak akan sampai pada tingkat kemasyhuran ini dan tidak sampai menarik perhatian. Oleh karena itu, menafikan menolak adanya sihir merupakan suatu tindakan yang bodoh,dan memberikan tanggapan kepada orang yang menapikan sihir merupakan tindakan sia-sia.”[1]

[2]. Al-Qurtubi rahimahullah mengungkapkan:” Ahlus Sunnah telah berpendapat bahwa sihir itu telah pasti ada dan memiliki hakikat. Sedangkan penganut Mu’tazilah secara umum dan Abu Ishaq al-Istirabadi, salah seorang penganut madzhab Syafi’i berpendapat, bahwa sihir itu tidak memiliki hakikat, tetapi sihir hanya merupakan tindakan pengelabuan, pemunculan bayangan dan penipuan terhadap sesuatu, tidak seperti yang (tampak) sebenarnya. Sihir kini tidak ada bedanya dengan hipnotis dan sulap. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala:

“Artinya : Terbayang oleh Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka.” [Thaahaa : 66]

Dan Allah tidak mengunakan kata tas’aa untuk pengertian yang sebenarnya, tetapi Dia mengatakan:” Terbayangkan oleh Musa.” Selain itu, Dia juga berfirman:

“Artinya : Mereka menyihir mata umat manusia…” [Al-A’raf : 116]

Lebih lanjut, Al- Qurtubi mengemukakan:” Yang demikian itu tidak mengandung hujjah sama sekali, karena tidak memungkiri pengelabuan dan juga selainnya,yang merupakan bagian dari sihir. Tetapi, telah ditetapkan di balik itu berbagai hal yang diterima oleh akal dan pendengaran. Diantara hal itu adalah apa yang disebutkan dalam ayat diatas yang menyebutkan sihir dan mempelajarinya. Seandainya sihir itu tidak memiliki hakikat, maka tidak mungkin untuk dipelajari dan juga Allah Ta’ala tidak akan memberitahukan bahwa mereka mengajarkan sihir itu kepada umat manusia. Yang mana hal itu menunjukan bahwa sihir itu memang mempunyai hakikat.

Begitupun firman Allah Ta’ala yang menceritakan tentang kisah para tukang sihir Fir’aun:

“Mereka mendatangkan sihir yang besar” [Al- A’raf : 116] dan surat al-Falaq, dimana para ahli tafsir telah bersepakat bahwa sebab turunnya ayat ini adalah berkenaan dengan sihir Labid bin al-A’sham, hal tersebut juga diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori dan Imam Muslim serta perawi lainnya, dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha, dia berkata:” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah disihir oleh seorang Yahudi dari suku Bani Zuraiq,yang bernama Labid Al A’sham…”. Didalam hadits tersebut disebutkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pada saat mengobati sihir berkata:” Sesungguhnya Allah telah menyembuhkanku.” Kata Asy-syifa adalah terjadi dengan menghilangkan sebab dan menghilangkan penyakit, sehingga hal itu menunjukan bahwa sihir itu memang ada dan hakiki. Keberadaan dan kejadian sihir itu dipastikan ada melalui pemberitahuan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Ulama telah mengeluarkan Ijma’( kesepakatan) mengenai hal tersebut. Dengan adanya kesepakatan mereka ini, maka tidak perlu dipedulikan lagi kebodohan kaum Mu’tazilah dan penentangan mereka terhadap pemegang kebenaran.”

Selanjutnya, Al-Qurtubi mengemukakan:” Pada zaman-zaman dulu, sihir ini telah tersebar luas dan banyak di perbincangkan oleh umat manusia, dan tidak tampak adanya penolakan (tentang adanya sihir) dari para Sahabat dan Tabi’in.”[2]

[3]. Al-Mazari rahimahullah mengatakan:” Sihir merupakan suatu hal yang tetap dan mempunyai hakikat seperti berbagai wujud lainnya, dan dia mempunyai pengaruh terhadap diri orang yang disihir. Pendapat ini bertentangan dengan orang yang mengklaim bahwa sihir itu tidak mempunyai hakikat, dan hal-hal yang sesuai dengan sihir itu tidak mempunyai hakikat, dan hal-hal yang sesuai dengan sihir itu tidak lain hanyalah hayalan semata, yang tidak mempunyai hakikat sama sekali.”

Apa yang mereka klaim itu justru bathil dan tidak benar, karena Allah Ta’ala telah menyebutkan didalam kitab-Nya, al-Quran, bahwa sihir itu dapat dipelajari dan bahkan dapat menyebabkan seseorang menjadi kafir,serta bisa juga memisahkan pasangan suami isteri. Juga dalam hadits yang menceritakan tentang penyihiran terhadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, disebutkan bahwasannya sihir itu berupa sesuatu yang ditimbun. Semuanya itu merupakan suatu hal yang tidak mungkin berlaku pada sesuatu yang tidak mempunyai hakikat, dan bagaimana mungkin sesuatu yang tidak mempunyai hakikat itu di pelajari?

Lebih lanjut, Al-Mazari mengungkapkan:” Bukan suatu hal yang tidak rasional ketika Allah memunculkan kejadian yang luar biasa pada kalimat yang bercampur baur atau susunan berbagai benda atau percampuran antara berbagai kekuatan berdasarkan susunan yang tidak diketahui kecuali oleh tukang sihir. Diantara alat perantaranya ada yang mematikan, seperti racun, ada juga yang membuat sakit, misalnya obat-obatan yang panas dan ada juga yang membuat sehat, seperti obat-obatan yang membuat sehat, seperti obat-obatan yang membasmi penyakit. Bukan suatu yang tidak rasional jika seorang tukang sihir memiliki ilmu yang sangat kuat dan mematikan atau ucapan yang membinasakan atau mengakibatkan keretakan/ perpecahan.”[3]

[4]. Imam al-Nawawi rahimahullah mengatakan:” Yang benar adalah bahwa sihir itu mempunyai hakikat. Hal yang sama juga dipastikan oleh jumhur ulama secara keseluruhan. Hal tersebut didasarkanh pada Al-Quran dan As-Sunnah yang shahih lagi masyhur.”[4]

[5]. Ibnu Qudamah rahimahullah mengungkapkan:” sihir itu memiliki hakikat, ada diantaranya yang mematikan, ada juga yang menghalangi pasangan suami isteri, dimana suami tidak dapat mencampuri isterinya dan ada juga sihir yang memisahkan antara suami dan isteri.”

Lebih lanjut, Ibnu Qudamah rahimhullah mengatakan:” sudah merupakan suatu hal yang popular dikalangan masyarakat umum, dimana ada pasangan suami isteri yang telah melakukan akad nikah, tetapi sang suami tidak kuasa mencampuri isterinya, dan jika akad pernikahannya telah putus, mantan suami itu baru bisa melakukan hubungan badan, yakni setelah dia tidak mungkin mencampurinya. Berita ini mencapai derajat mutawatir yang tidak mungkin diingkari.”

Ibnu Qudamah juga mengemukakan:” Berita tentang para tukang sihir itu disampaikan dan di sebarluaskan secara merata sehingga tidak mungkin untuk didusatakan.”[5]

Didalam kitab Al-Kaafi, Abu Muhammad al-Maqdisi rahimahullah mengatakan:” Sihir adalah jampi-jampi, mantra-mantra dan ikatan-ikatan yang memberikan pengaruh pada hati dan badan, sehingga ia bisa menimbulkan sakit, membunuh, atau memisahkan pasangan suami isteri. Allah Ta’ala berfirman:

“ Artinya : Maka, mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya.”[Al-Baqarah : 102]

Dia juga berfirman:

“Artinya : Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul.” [Al-Falaq : 4]

Yakni, wanita-wanita tukang sihir yang membuat buhul-buhul dalam sihir mereka dan meniup kedalam buhul-buhul itu. Seandainya sihir itu tidak mempunyai hakikat, niscaya Allah tidak akan memerintahkan umat manusia untuk meminta perlindungan darinya.”[6]

[6]. Dalam kitab Badaa-i’ul Fawaa-id, al-‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: “Firman Allah Ta’ala:

“Artinya : Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul.” [Al-Falaq : 4] dan juga hadits ‘Aisyah ra telah menunjukan adanya pengaruh dari sihir, dan bahwasannya sihir itu mempunyai hakikat.”[7]

[7]. Ibnu Abil ‘Izza al-Hanafi rahimahullah mengemukakan:” Para ulama telah berbeda pendapat mengenai hakikat sihir dan macam-macamnya. Mayoritas dari mereka mengatakan bahwa sihir itu bisa memberikan pengaruh terhadap kematian dan sakitnya seseorang, tanpa adanya sesuatu yang datang kepadanya secara nyata.”[8]


[Disalin dari kitab Ash-Shaarimul Battaar Fit Tashaddi Lis Saharatil Asyraar edisi Indonesia Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur'an Dan Sunnah, Penulis Wahid bin Abdissalam Baali, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]
_________
Foote Note.
[1]. Syarhus Sunnah (XII / 188)
[2]. Tafsir al-Qurtubi (II / 46)
[3]. Zaadul Muslim (IV / 225 )
[4]. Dinukil dari kitab Fat-hul Baari (X / 222).
[5]. Al-mughni (X /106).
[6]. Dinukil dari kitab Fat-hul Majiid (314).
[7]. Dinukil dari catatan kaki kitab Fat-hul Majiid (315), dengan komentar al- Arna-uth. Badaa-i’ul Fawaa-id (XI / 227).
[8]. Syarh al-‘ Aqiidah ath-Thahaawiyah (505)

Sihir Dalam Pandangan Al-Qur'an Dan As-Sunnah 5/6

Oleh
Wahid bin Abdissalam Baali
Bagian Lima dari Enam Tulisan [5/6]



[2]. Dari Ibnu ‘Abbas Radiallahu’anhu, dia berkata, Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“ Artinya : Barang siapa mempelajari sebagian dari ilmu nujum, berarti dia telah mempelajari sebagian dari ilmu sihir; semakin bertambah (ilmu yang dia pelajari), semakin bertambah pula (dosanya).” [1]

Kandungan Hadits.
Kandungan dari hadits tersebut adalah, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan salah satu jalan yang mengantarkan kepada mempelajari ilmu sihir, dan agar kaum muslimin menghindarinya. Hal itu menunjukan bahwa sihir merupakan ilmu hakiki yang dapat dipelajari. Yang menunjukan hal tersebut adalah firman Allah Ta’ala.

“Artinya : Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu, apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya….” [ Al- Baqarah: 102]

Dengan demikian, tampak jelas bahwa sihir merupakan satu ilmu yang sama dengan ilmu-ilmu lainnya, yang mempunyai dasar-dasar yang menjadi pijakannya. Ayat dan hadits diatas mengecam sekaligus mencela usaha mempelajari sihir.

[3]. Dari ‘Imran bin Hushain Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

“ Artinya : Bukan dari golongan kami orang-orang yang bertathayyur (meramal kesialan) atau minta dilakukan tathayyur terhadapnya, atau orang yang melakukan praktek perdukunan atau mendatangi dukun (menanyakan hal yang akan datang), atau melakukan sihir atau mantra disihirkan. Barang siapa mendatangi dukun lalu ia mempercayai apa yang dikatakannya, berarti dia telah kufur terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muahmmad Shallallahu 'alaihi wa sallam" [2]


Tathayyur berarti meramal kesialan. Pada zaman Jahiliyyah dulu, masyarakat Arab jika hendak melakukan perjalanan jauh, mereka melepaskan seekor burung, jika burung itu terbang kearah kanan, maka mereka tetap akan melakukan perjalanannya, dan jika terbang kearah kiri, mereka pesimis dan pulang kembali.

Kandungan Hadits.
Kandungan hadits ini menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang sihir dan pergi ketukang sihir. Dan Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam tidak melarang sesuatu melainkan karena sesuatu itu memang ada dan mempunyai hakikat.

[4]. Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

“ Artinya : Tidak akan masuk surga pecandu khamr, orang yang percaya pada sihir, Dan pemutus tali silaturahmi.” [3]

Makna Hadits.
Ada tiga golongan yang tidak akan masuk Surga kecuali setelah mereka diazab di Neraka akibat dosa dan kemaksiatan mereka:
[a]. Pecandu khamr ( mudminul khamr), yaitu orang yang sudah menjadikan minuman khamr ( minuman keras) sebagai kebiasaan.

[b]. Orang yang percaya pada sihir (mu’minun bi sihrin), yaitu orang yang meyakini bahwa sihir itu sendiri yang memberikan pengaruh, bukan dengan takdir dan kehendak Allah.

[c]. Orang yang memutuskan tali silaturahmi (qaatu’u rahim), yaitu orang yang menjauhi kerabatnya, tidak bersilaturahmi kepada mereka dan tidak juga mengunjungi mereka.

Kandungan Hadits.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang meyakini bahwa sihir sematalah yang memberikan pengaruh, tetapi seorang mukmin harus meyakini bahwa sihir atau yang lainnya tidak akan bisa memberi pengaruh kecuali atas kehendak Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

“ Artinya : Dan mereka itu ( ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah….” [Al- Baqarah: 102]

[5]. Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu mengatakan, “ Barang siapa mendatangi peramal atau tukang sihir atau dukun, lalu dia bertanya dan mempercayai apa yang dikatakannya, maka dia telah kufur terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.”[4]


[Disalin dari kitab Ash-Shaarimul Battaar Fit Tashaddi Lis Saharatil Asyraar edisi Indonesia Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur'an Dan Sunnah, Penulis Wahid bin Abdissalam Baali, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]
_________
Foote Note.

[1]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no.3905) dan ibnu Majah (no. 3726 ) serta dinilai hasan oleh al- Albani di dalam kitab as-Shahiihah (no. 793 ) dan di dalam Shahih Ibnu Majah ( II/305 no.3002 ).
[2]. Dalam kitab, Majma’uz Zawaa’id ( V / 20 ), al-Hautsami mengungkapkan, Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bazzar dan para rijalnya shahih kecuali Ishaq bin ar-Rabi’, yang mana dia adalah seorang yang tsiqah. “ sedangkan al- Mundziri didalam kitab, at-targhib (VI /32 ) mengatakan, “ Diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan sanad yang jayyid, dan diriwayatkan oleh at-Thabrani …. Dengan sanad yang hasan. “ Al-Albani berkata dalam kitab Takhriij Ahaadiitsil Halaal wal Haraam ( no.289 ) :” Hadits ini mencapai derajat hasan lighairihi.”
[3] Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban. Di dalam kitab: Takhriijul Halal wal Haram, (no 291 ), al-Albani mengatakan, “ Hadits ini mempunyai syahid dari hadits Abu Sa’id, yang karenanya hadits tersebut naik ke derajat hasan.”
[4]. Didalam kitab at-Targhib ( IV / 53 ), al-Hapidz al- Mundziri rahimahullah mengatakan: “ Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan Abu Ya’la dengan sanad yang jayyid secara maukuf.”

Sihir Dalam Pandangan Al-Qur'an Dan As-Sunnah 4/6

Oleh
Wahid bin Abdissalam Baali
Bagian Empat dari Enam Tulisan [4/6]


Kedua: Dalil-dalil dari as-Sunnah

[1]. Dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha, dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, pernah disihir oleh seseorang dari bani Zuraiq yang bernama Labid bin al-Asham, sampai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salllam dibuat membayangkan seolah-olah beliau melakukan sesuatu padahal beliau tidak berbuat apa-apa. Sampai pada suatu hari atau pada suatu malam ketika beliau berada disisiku, akan tetapi beliau terus berdo’a dan berdo’a, kemudian beliau bersabda, Wahai ‘Aisyah, apakah kamu tahu bahwa Allah telah memberikan jawaban kepadaku tentang apa yang aku tanyakan kepada-Nya tentangya(sihir, -ed)? Ada dua orang yang mendatangiku, satu diantaranya duduk didekat kepalaku dan yang satunya lagi berada didekat kakiku. Lalu salah seorang diantara keduanya berkata kepada temannya,”Sakit apa orang ini?” ‘Disihir,’ sahut temannya. ‘Siapa yang telah menyihirnya?’ Tanya temannya lagi. Temannya menjawab, ‘Labid bin al-Asham.’ Dalam bentuk apa sihir itu?’ Dia menjawab, ‘Pada sisir dan rontokan rambut ketika disisir, dan kulit mayang kurma jantan.’ Lalu, dimana semuanya itu berada?’ Tanya temannya. Dia menjawab, ‘ disumur Dzarwan.” Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi sumur itu bersama beberapa orang sahabat beliau. Lalu, beliau datang dan berkata, “Wahai ‘Aisyah, seakan-akan airnya berwarna merah seperti perasan daun pacar, dan seakan-akan kulit mayang kurmanya seperti kepala syaitan,” Lalu kutanyakan, “wWahai Rasulullah, tidakkah engkau meminta dikeluarkan?” beliau menjawab, “Allah telah menyembuhkanku, sehingga aku tidak ingin memberi pengaruh buruk kepada umat manusia dalam hal itu.”Kemudian beliau memerintahkan untuk menimbunnya, maka semuanya pun ditimbun dengan segera. [1]

Makna Hadits.

Orang-orang yahudi, semoga Allah melaknat mereka, telah bersepakat dengan Labid bin al-A’sham, tukang sihir Yahudi terhebat, untuk menyihir Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan imbalan tiga dinar. Secara spontan, Labid, si manusia sengsara itu, segera melancarkan sihir pada beberapa helai rambut Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ada yang mengatakan bahwa Labid mendapatkan beberapa helai rambut itu dari seorang anak kecil yang pernah pergi kerumah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Pada beberapa helai rambut itu, Labid melancarkan sihirnya dan kemudian meletakannya disumur Dzarwan.

Secara lahiriah, melalui penggabungan beberapa hadits, bahwa sihir ini termasuk jenis sihir yang dimaksudkan untuk memisahkan suami dari isterinya. Dalam bayangan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau dapat mencampuri salah seorang istrinya, tetapi setelah mendekatinya, beliau tidak dapat melakukannya. Tetapi sihir yang dilancarkannya itu tidak berhasil mengenai akal, tingkah laku dan tindakan beliau, dan sihir itu tidak berhasil memberikan pengaruh kecuali seperti yang disebutkan diatas.

Para ulama telah berbeda pendapat mengenai masa sihir itu berlangsung. Ada yang mengatakan, empat puluh hari, dan ada juga yang mengatakan lain, wallahu a’lam. Kemudian, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memanjatkan do’a kepada Rabbnya dan bersungguh-sunggguh dalam memanjatkannya, sehingga Allah mengabulkan do’anya dan menurunkan dua malaikat, yang salah satunya duduk didekat kepada beliau dan satu lagi didekat kakinya. Salah seorang dari keduanya bertanya, ‘Sakit apa dia?’ ‘disihir,’ sahut temannya. ‘Siapa yang telah menyihirnya?’ Tanya temannya lagi. Dia menjawab, ‘Labid bin al-A’sham, si Yahudi. Selanjutnya, salah satu Malaikat itu menjelaskan bahwa sihirnya ada pada sisir dan rontokan rambut Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang diletakan di kulit mayang kurma jantan, yang demikian itu adalah berpengaruh lebih kuat dan dahsyat, lalu ditimbun dibawah bongkahan batu di sumur Dzarwan.

Setelah kedua Malaikat itu selesai mendeteksi keadaan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, maka Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam memerintah untuk mengeluarkan sihir itu dan menimbunnya, dan dalam beberapa riwayat beliau membakarnya. Dari penggabungan jalan periwayatan hadits, tampak jelas bahwa orang-orang Yahudi telah melancarkan satu macam sihir yang paling dahsyat kepada Nabi Shalallahu 'alaihi was allam, tujuan mereka adalah membunuh beliau. Diantara sihir itu memang ada yang mengakibatkan kematian, sebagaimana yang sudah diketahui, tetapi Allah Ta’ala melindungi beliau dari tipu daya mereka., sehingga sihir itu diringankan menjadi sihir yang paling ringan, yaitu sihir ar-rabth (ikatan).

Keraguan Dan Jawabanya:

Al-Mazari Rahimallahu mengatakan: “ Hadits tersebut telah ditolak oleh para pelaku bid’ah, dengan alasan karena hal itu telah menjatuhkan posisi kenabian dan menimbulkan keraguan terhadapnya. Masih menurut para pelaku bid’ah, membenarkan hadits tersebut secara otomatis menghilangkan kepercayuaan terhadap syari’at. Mereka berkata, ‘ Bisa jadi pada saat itu muncul bayangan bahwa Jibril Alaihissalam mendatangi beliau, padahal Jibril tidak datang, dan seakan-akan jibril menyampaikan wahyu kepada beliau padahal tidak demikian”.

Lebih lanjut, al-Mazari mengemukakan: “ Apa yang mereka katakan itu sudah pasti tidak benar sama seakali, karena dalil risalah, yaitu mukjizat, menunjukan kebenaran apa yang beliau sampaikan dari Allah Ta’ala dan Kema’suman beliau dalam hal itu, dan membolehkan apa yang menjadi kebalikannya merupakan suatu hal yang bathil”. [2]

Abul Jakni al- Yusufi Rahimallahu mengatakan: “ Terjadinya penyakit pada diri Nabi SAW yang disebabkan oleh sihir tidak akan berpengaruh pada martabat kenabian, karena penyakit yang tidak mengurangi martabat kenabian di dunia akan terjadi pada para Nabi Aalaihimushshaalatu Wassalam, dan meninggikan derajat mereka di akhirat. Pada saat itu, jika karena penyakit yang disebabkan oleh sihir itu terbayang oleh beliau Shallallaghu 'alaihi wa sallam bahwa beliau melakukan suatu urusan dunia padahal beliau tidak melakukannya, lalu setelah itu semua penyakit itu sembuh total karena Allah telah memberitahukan letak sihir itu dan cara mengeluarkannya dari tempatnya, serta menimbunnya, maka tidak ada aib dan kekurangan yang akan menodai risalah sama sekali, karena penyakit itu tidak berbeda dengan penyakit yang lainnya.

Sihir itu tidak berhasil mengacaukan akalnya, tetapi hanya berhasil mengenai fisik beliau saja, seperti pandangannya, dimana terkadang terbayangkan oleh beliau, bahwa beliau mencampuri istrinya, padahal beliau tidak melakukannya. Hal ini terjadi pada saat sakit, dan hal ini tidak berbahaya.

Selanjutnya, Abul Jakni al- Yusufi mengungkapkan:” Memang sangat aneh orang yang menganggap penyakit yang menimpa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang disebabkan sihir ini bisa menodai risalah beliau, padahal secara jelas didalam Al-Quran telah disebutkan kisah Musa bersama para tukang sihir Fir’au, dimana sihir telah membuat pandangan mereka melihat seakan-akan tongkat mereka sebagai ular, sehingga Allah tetap meneguhkan pendirian Musa, sebagai mana yang ditunjukan oleh firman-Nya:

”Artinya : Kami berkata, ‘ Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu, niscaya ia akan tipu daya tukang sihir( belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang. ‘ Lalu tukang sihir-sihir itu tersungkur dengan bersujud, seraya berkata, ‘ Kami telah percaya kepada Rabb Harun dan Musa.” [Thaahaa: 68-70].

Dalam hal ini, tidak seorang pun dari ulama dan juga orang-orang cerdas yang mengatakan bahwa apa yang diperlihatkan pada Musa 'Alaihis salam berupa ular-ular, yang sebenarnya hanyalah tongkat para tukang sihir, adalah menodai risalahnya, bahkan terjadinya hal tersebut pada diri para nabi as menambah kekuatan iman mereka, karena dengan demikian Allah telah menolong mereka atas musuh-musuhnya, serta mengalahkan berbagai hal luar biasa dengan mukjizat yang sangat hebat, menghinakan para tukang sihir dan orang-orang kafir dan menjadikan akibat yang baik hanya bagi-orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat-ayat al-Quran yang benar-benar menjelaskan.” [3]

[2]. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda:

“ Artinya : Jauhilah oleh kalian tujuh dosa besar yang membinasakan.” Para Sahabat bertanya, “ Wahai Rasulullah, apakah ketujuh dosa besar itu?” Beliau menjawab:” Syirik kepada Allah, sihir, dan membunuh jiwa yang diharamkan allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri pada saat terjadi peperangan dan menuduh berzina wanita-wanita mukminah yang telah bersuami dan menjaga diri, yang tengah lengah.” [4]

Kandungan Hadits:

Kandungan dari hadits ini adalah, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan kita untuk menjauhi sihir, seraya menjelaskan bahwa sihir termasuk perbuatan dosa besar yang dapat membinasakan. Dan hal itu menunjukan bahwa sihir itu suatu hal yang benar-benar ada dan bukan khurafat (ceritta bohong).


[Disalin dari kitab Ash-Shaarimul Battaar Fit Tashaddi Lis Saharatil Asyraar edisi Indonesia Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur'an Dan Sunnah, Penulis Wahid bin Abdissalam Baali, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]
_________
Foote Note
[1]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (X/222-Fat-h) dan Muslim dalam kitab as- Salaam bab as-Sihr (XIV/174-Nawawi)
[2]. Zaadul Muslim (IV / 221).
[3]. Zaadul Muslim (IV / 22).
[4]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (V/393-Fat-h) dan Muslim (II/83-Nawawi

Sihir Dalam Pandangan Al-Qur'an Dan As-Sunnah 3/6

Oleh
Wahid bin Abdissalam Baali
Bagian Tiga dari Enam Tulisan [3/6]



B. Dalil yang Menunjukkan adanya Sihir.

Pertama : Dalil-dalil dari Al-Qur-an:

[1]. Allah Ta’ala berfirman:

“Artinya : Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), akan tetapi syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang Malaikat di negri Babil, yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.’ Maka, mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepada mereka dan tidak memberi manfaat. Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (Kitabullah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan diakhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” [Al-Baqarah: 102]

[2]. Firman-Nya

“Artinya : Musa berkata, Apakah kamu mengatakan terhadap kebenaran waktu ia datang kepadamu, sihirkah ini padahal ahli-ahli sihir itu tidaklah mendapat kemenangan.” [Yunus: 77]

[3]. Firman-Nya

“Artinya : Maka setelah mereka melemparkan, Musa berkata kepada mereka, Apa yang kamu lakukan itu, itulah sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan ketidakbenarannya. Sesungguhnya Allah tidak akan membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan orang-orang yang membuat kerusakan. Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapan-Nya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukai(nya).” [Yunus: 81-82]

[4]. Firman-Nya

“Artinya : Maka musa merasa takut dalam hatinya. Kami berkata, Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka) Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang.” [ Thaahaa: 67-69]

[5]. Firman-Nya

“Artinya : Dan Kami wahyukan kepada Musa, Lemparkanlah tongkatmu.’ Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah ditempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri dengan bersujud, Mereka berkata, Kami beriman kepada Rabb semesta alam (yaitu) Rabb Musa dan Harun.” [Al-a’raf: 117-122]

[6]. Juga firman-Nya

“Artinya : Katakanlah, Aku berlindung kepada Rabb Yang menguasai Shubuh, dari kejahatan mahluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus buhul-buhul dan dari kejahatan orang-orang yang dengki apabila ia dengki.” [Al-Falaq: 1-5]

Al-Qurthubi mengemukakan: “Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, yakni tukang-tukang sihir wanita yang menghembuskan pada buhul-buhul pada saat membaca mantra.” [1]

Al-Hafizh Ibnu Katsir, mengatakan, Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul’:

Mujahid, ‘Ikrimah, al-Hasan, dan adh-Dhahhak mengemukakan, yakni, para tukang sihir.”[2]

Ibnu Jarir ath-Thabari mengungkapkan,”Yakni, dari kejahatan para tukang sihir wanita yang menghembuskan buhul-buhul pada saat membaca mantra,”Al-Qasimi mengatakan, “Pendapat itu pula yang dikemukakan oleh para ahli tafsir.”[3]

Ayat-ayat al-Qur’an yang membahas masalah sihir dan para penyihir cukup banyak dan sangat populer, meski bagi orang yang memiliki pengetahuan paling minim sekalipun tentang agama Islam.


[Disalin dari kitab Ash-Shaarimul Battaar Fit Tashaddi Lis Saharatil Asyraar edisi Indonesia Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur'an Dan Sunnah, Penulis Wahid bin Abdissalam Baali, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]
_________
Foote Note
[1] Tafsir al-Qurthubi (XX/257).
[2] Tafsir Ibnu Katsiir (IV/573).
[3] Tafsir al-Qaasimi (X/302).

Oleh
Wahid bin Abdissalam Baali
Bagian Kedua dari Enam Tulisan [2/6]



Kedua: Dalil-Dalil Dari As-Sunnah

[1]. Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam. Kemudian kami kehilangan beliau, sehingga kami pun mencari beliau di lembah-lembah dan perbukitan, lalu kami katakan, “Beliau telah dibawa terbang atau dibunuh. Sehingga kami bermalam dengan malam yang tidak menyenangkan ditempat itu bersama suatu kaum. Pada pagi harinya kami bangun dan ternyata beliau datang dari arah gua Hira’, maka kami katakan, “Wahai Rasulullah, kami telah kehilangan engkau, lalu kami mencarimu tetapi kami tidak mendapatkan dirimu, sehingga kami bermalam dengan malam yang tidak menyenangkan bersama suatu kaum disana.” Maka beliau bersabda:

“Artinya : Aku telah didatangi utusan dari jin, lalu aku pergi bersamanya dan selanjutnya aku bacakan al-Qur’an kepada mereka.”

Lebih lanjut, Ibnu Mas’ud berkata, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat bersama kami, lalu beliau memperlihatkan kepada kami bekas-bekas mereka dan bekas api mereka. Dan mereka (pun jin,) bertanya kepada beliau tentang perbekalan(makanan), maka beliau bersabda,”Bagi kalian setiap tulang yang disebutkan padanya nama Allah (pada saat menyembelihnya atau memasaknya,). Tulang-tulang itu jatuh ketangan kalian lebih baik dari daging. Dan setiap kotoran hewan adalah makanan bagi binatang kalian.” Kemudian Rasulullah bersabda:

“Artinya : Maka janganlah kalian beristinja’ dengan kedua benda tersebut (tulang dan kotoran), karena keduanya adalah makanan saudara-saudara kalian.”[1]


[2]. Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku, “Aku lihat kamu menyukai kambing dan padang pasir. Jika kamu berada ditengah-tengah sekelompok kambing dan padang pasir lalu kamu mengumandangkan adzan untuk shalat, maka keraskanlah suaramu itu, karena sesungguhnya tidaklah jin, manusia dan segala sesuatu yang mendengarnya’ melainkan akan menjadi saksinya pada hari kiamat kelak.”[2]


[3]. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi bersama beberapa orang sahabatnya menuju pasar Ukazh, sedang antara berita langit dan syaitan-syaitan telah diberikan penghalang, sementara mereka juga dilempari bintang-bintang, sehingga syaitan-syaitan itu kembali kepada kaum mereka, maka kaum mereka bertanya, “Apa yang terjadi pada kalian?” Mereka menjawab, ”Kami telah dihalangi dari berita langit, serta dilempari dengan bintang-bintang.” Kaum mereka berkata, “Kalian tidak dihalangi dari berita langit melainkan karena sesuatu yang telah terjadi. Oleh karena itu, menyebarlah kalian keseluruh penjuru bumi bagian timur maupun barat, lalu perhatikan, apa yang telah menghalangi kalian dari berita langit.” Kemudian mereka yang berangkat ke Tihamah menuju kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang ketika itui beliau tengah berada di Nakhlah menuju pasar ‘Ukazh, beliau tengah mengerjakan shalat subuh bersama para sahabat. Ketika mereka mendengarkan al-Qur’an, mereka pun mendengarkannya secara seksama dan kemudian berkata, “ Demi Allah, inilah yang menghalangi kalian dari berita langit.” Dari sanalah kemudian mereka kembali kepada kaumnya seraya berkata, “Wahai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengar al-Qur’an yang sangat menakjubkan, yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya dan kami tidak akan pernah menyekutukan Rabb kami dengan seorangpun.” Maka, Allah menurunkan firman kepada nabi-Nya:

“ Artinya : Katakanlah (hai Muhammad), Telah diwahyukan kepadaku, bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan (al-Qur’an),”

Dan ucapan jin itu diwahyukan kepada beliau [3]


[4]. Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“ Artinya : Para Malaikat itu diciptakan dari cahaya dan jin diciptakan dari nyala api, sedangkan Adam diciptakan dari apa yang telah dijelaskan kepada kalian.”[4]

[5]. Dari Shafiyah binti Huyay Radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Artinya : Sesungguhnya syaitan itu berjalan pada diri anak Adam dalam aliran darah.”[5]


[6]. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Artinya : Jika salah seorang diantara kalian makan, maka hendaklah dia makan dengan tangan kanannya, dan jika minum maka hendaklah dia minum dengan tangan kanannya, karena sesungguhnya syaitan itu makan dengan tangan kirinya dan minum dengan tangan kirinya.”[6]


[7]. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“ Artinya : Tidaklah seorang anak dilahirkan melainkan ditusuk oleh syaitan, sehingga dia menjerit dengan suara keras karena tusukan syaitan itu, kecuali putra maryam dan ibunya.”[7]


[8]. Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, pernah diceritakan di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang seorang laki-lakiyang tidur malam hari sampai pagi, maka beliau pun bersabda:

“Artinya : Itulah orang-orang yang telah dikencingi syaitan pada kedua telinganya atau salah satu telinganya.”[8]


[9]. Dari Abu Qatadah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

“Artinya : Mimpi yang baik itu dari Allah, sedangkan mimpi yang tidak baik itu dari syaitan. Oleh karena itu, barang siapa mimpi sesuatu yang tidak dia sukai, maka hendaklah dia meludah tipis ke sebelah kirinya sebanyak tiga kali dan memohon perlindungan (kepada Allah) dari syaitan, maka mimpi itu tidak akan membahayakannya.”[9]


[10].Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu , bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

“Artinya : Jika salah seorang diantara kalian menguap, maka hendaklah dia menahan mulutnya dengan tangannya, karena syaitan akan masuk.”[10]

Hadits-hadist yang membahas masalah ini cukup banyak dan hal itu sudah sangat memadai bagi pencari kebenaran. Dari sini tampak jelas oleh kita bahwa jin dan syaitan itu memang ada, tidak dapat digoyahkan oleh keraguan, serta tidak dapat ditentang kecuali oleh orang-orang yang sombong lagi angkuh yang hanya mengikuti hawa nafsunya tanpa mendatkan petunjuk dari Allah.[11]


[Disalin dari kitab Ash-Shaarimul Battaar Fit Tashaddi Lis Saharatil Asyraar edisi Indonesia Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur'an Dan Sunnah, Penulis Wahid bin Abdissalam Baali, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]
_________
Foote Note
[1].Diriwayatkan oleh Muslim (IV / 170-Nawawi).
[2].Diriwayatkan oleh Malik (I /68),al-Bukhari (VI/434-Fat-h), an-Nasa-i (II/12) dan Ibnu Majah (II/12)
[3].Diriwayatkan oleh al-Bukhari (II/253-Fat-h) dan Muslim (IV/168-Nawawi) Lafazh hadits ini dari al-Bukhari.
[4].Diriwayatkan oleh Ahmad (VI/153 dan 168) dan Muslim (XVIII/123-Nawawi)
[5].Diriwayatkan oleh al-Bukhari (IV/282-Fat-h) dan Muslim (XIV/155-Nawawi)[6].Diriwayatkan oleh Muslim (XIII / 191-Nawawi).
[7].Diriwayatkan oleh al-Bukhari (VII/212-Fat-h) dan Muslim (XV/120-Nawawi)[8].Diriwayatkan oleh al-Bukhari (III/28-Fat-h) dan Muslim (VI/64-Nawawi)
[9].Diriwayatkan oleh al-Bukhari (XII/283-Fat-h) dan Muslim (XV/16-Nawawi)
[10].Diriwayatkan oleh Muslim (XVIII / 122-Nawawi). Dan juga ad-Darimi
[11].Bagi yang berminat untuk memperluas ini, maka hendaklah dia merujuk kembali kitab: Wiqaayatul Insaan minal Jinni wasy Syaithaan, karya penulis

SIHIR DALAM PANDANGAN AL-QURAN DAN AS-SUNNAH

Oleh
Wahid bin Abdissalam Baali
Bagian Pertama dari Enam Tulisan [1/6]


A. Dalil-Dalil yang Menunjukkan adanya Jin dan Syaitan. [1]

Ada hubungan yang kuat antara jin dan sihir, bahkan jin dan syaitan merupakan factor utama dalam dunia sihir. Sebagian orang ada yang mengingkari keberadaan jin. Bertolak dari hal tersebut, mereka mengingkari terjadinya sihir. Oleh karena itu, saya hendak mengutarakan beberapa dalil yang menunjukan adanya jin dan syaitan secara ringkas.


Pertama : Dalil-dalil dari al-Qur-an:

1. Allah Ta’ala berfirman:

“ Artinya : Dan (ingatlah) ketika kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan al-Qur-an.” [Al-Ahqaaf: 29]

2. Dia juga berfirman :

“Artinya : Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu Rasul-Rasul dari golonganmu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini.” [Al-An’aam:130]

3. Selain itu, Dia juga berfirman:

“Artinya : Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.” [Ar-Rahmaan: 33]

4. Firman-Nya:

“ Artinya : Katakanlah(hai Muhammad), Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan (al-Qur’an),’ lalu mereka berkata, ”Sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur’an yang menakjubkan,” [Al-Jinn: 1]

5. Juga firman-Nya:

“Artinya : Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki diantara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki diantara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” [Al-Jinn: 6]

6. Serta firman-Nya:

“ Artinya : Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi dan menghalangimu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” [Al-Maidah: 91]

7. Dan firman-Nya:

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar…” [An-Nuur: 21]

Dalil-dalil dari al-Qur’an cukup banyak dan sangat popular, serta cukup bagi Anda untuk mengetahui bahwa di dalam al-Qur’an terdapat satu surat penuh yang berbicara tentang jin. Bahkan cukup juga bagi Anda untuk mengetahui bahwa kata (al-jiin) disebutkan didalam al-Qur’an sebanyak 22 kali, dan kata (al-jaann) sebanyak 7 kali, kata (asy-syaithaan) sebanyak 68 kali, kata (asy-syayaathiin) sebanyak 17 kali. Dan yang menjadi penguat, bahwa ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang jin dan syaythiin (jamak dari kata syaithaan) ini cukup banyak.


[Disalin dari kitab Ash-Shaarimul Battaar Fit Tashaddi Lis Saharatil Asyraar edisi Indonesia Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur'an Dan Sunnah, Penulis Wahid bin Abdissalam Baali, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]
_________
Foote Note
[1] Lihat Kitab : Wiqaayatul Insaan, (hal 15)

PEMBAGIAN SIHIR MENURUT AR-RAZI

Oleh
Wahid bin Abdissalam Baali





Abu ‘Abdillah Ar-Razi mengungkapkan bahwa macam-macam sihir itu ada delapan, yaitu:

[1]. Sihir Orang-Orang Kildan Dan Kisydan Yang Mereka Adalah Penyembah Tujuh Bintang.

Mereka meyakini bahwa ketujuh bintang itulah yang mengatur dan mengendalikan alam ini. Menurut mereka, bintang-bintang itu yang membawa kebaikan dan keburukan. Itulah orang-orang yang kepada mereka diutus Nabi Ibrahim Alaihis Salam

[2]. Sihir Orang-Orang Yang Suka Berilusi Dan Mempunyai Jiwa Yang Kuat.

Mereka berpendapat bahwa wahm (ilusi) itu mempunyai pengaruh, yaitu bahwa manusia dapat berjalan diatas pelepah yang diletakkan diatas permukaan tanah, tetapi dia tidak bisa berjalan diatasnya jika dibentangkan diatas sungai atau semisalnya.

Lebih lanjut, Abu ‘Abdillah Ar-Razi mengemukakan bahwa sebagaimana para dokter telah sepakat untuk melarang orang yang suka mimisan (mengeluarkan darah dari hidung) melihat objek yang berwarna merah dan orang yang kesurupan untuk melihat berbagai benda yang mempunyai kilatan sangat kuat untuk yang berputar-putar. Yang demikian itu tidak lain karena jiwa itu diciptakan untuk selalu taat kepada ilusi-ilusi.

[3]. Meminta Bantuan Kepada Para Arwah Yang Bersemayam Di Bumi, Yaitu Bangsa Jin. Mereka Ini Terbagi Menjadi Dua Bagian : Jin Mukmin Dan Jin Kafir, Yang Tidak Lain Mereka (Jin Kafir Tersebut) Adalah Syaitan.

Selanjutnya, orang-orang yang memproduksi sesuatu dan orang-orang yang suka melakukan eksperimen telah menyaksikan bahwa berhubungan dengan ruh-ruh bumi ini berlangsung melalui amalan-amalan yang cukup mudah dan dengan mantra yang tidak banyak [1], serta kepulan asap. Jenis ini disebut dengan jimat dan usaha melakukan penundukan.

[4]. Ilusi, Hipnotis Dan Sulap

Dasar pijakan praktek ini adalah bahwa manusia sering kali melakukan kesalahan dan hanya terfokus pada suatu hal saja dan tidak pada yang lainnya. Tidakkah anda memperhatikan pesulap ulung yang memperlihatkan sesuatu yang bisa membuat para penontonnya tercengang serta menarik perhatian mata mereka kepadanya, sehingga apabila pandangan mereka sudah sibuk dan terfokus pada sesuatu itu, maka si pesulap tersebut akan melakukan hal lain dengan cepat, dan pada saat itu akan telihat oleh mereka sesuatu yang blain selain apa yang mereka tunggu-tunggu, sehingga mereka benar-benar sangat heran. Jika si pesulap itu diam dan tidak berbicara untuk mengalihkan pikiran kepada kebalikan dari apa yang ingin ia kerjakan, sedang jiwa dan ilusi terfokus kepada apa yang hendak dikeluarkannya, niscaya para penonton akan mengerti setiap apa yang dikerjakanya.

[5]. Berbagai Tindakan Menakjubkan Yang Muncul Dari Hasil Penyusunan Alat-Alat Secara Seimbang Dan Sesuai Dengan Ilmu Rancang Bangun, Misalnya, Seorang (Patung) Penunggang Kuda Yang Memegang Terompet, Setiap Berlalu Satu Jam, Maka Terompet Itu Akan Berbunyi Tanpa Ada Yang Menyentuhnya.

Abu ‘Abdillah Ar-Razi mengungkapkan bahwa diantara penyusunan alat-alat ini adalah penyusunan otak jam. Pada hakikatnya, hal tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai sihir, karena ia memiliki sebab musabab yang pasti dan meyakinkan, orang yang benar-benar memperhatikan pasti akan mampu melakukannya juga.

Berkenaan dengan hal tersebut, perlu saya (penulis) katakan,” Sekarang ini, hal-hal tersebut sudah sangat biasa, apalagi setelah terjadi kemajuan ilmu pengetahuan yang menjadi sebab ditemukannya berbagai hal yang menakjubkan.”

[6]. Memakai Bantuan Dengan Obat-Obatan Khusus, Yakni Apa Yang Terdapat Pada Makanan Dan Minyak.

Abu ‘Abdillah Ar-Razi mengungkapkan:” Ketahuilah, tidak ada alasan untuk mengingkari berbagai hal khusus tersebut karena pengaruh magnet itu sudah sangat jelas.”

[7]. Ketergantungan Hati.

Dalam hal ini, tukang sihir mengaku bahwa dia mengetahui nama yang Maha Agung dan bahwasannya jin mentaati dan tunduk patuh kepada-Nya dalam banyak hal, dan seterusnya. Jika orang yang mendengar itu mempunyai kemampuan akal yang lemah dan mempunyai insting pembeda yang minim, maka dia akan meyakini bahwa yang demikian itu benar, lalu hatinya bergantung kepadanya sehingga muncul dalam dirinya kecemasan dan rasa takut. Dan jika muncul rasa takut, maka akan melemah pula berbagai kekuatan inderawinya. Pada saat itu, akan sangat mungkin bagi tukang sihir untuk mengerjakan apa yang dikehendakinya.

[8]. Usaha Melakukan Pergunjingan Dan Pendekatan Diri [2] Dengan Cara Terselubung Dan Nyaris Tidak Terlihat. Dan Hal Itu Sudah Tersebar Luas Di Kalangan Masyarakat. [3]

Dan Ibnu Katsir mengatakan: “ Ar-Razi telah memasukan banyak macam dari berbagai hal yang telah disebutkan berkenaan dengan seni sihir karena terlalu halus untuk dilihat oleh padangan mata, sebab menurut bahasa, sihir berarti sesuatu yang halus dan sebabnya sangat tersembunyi" [4]


[Disalin dari kitab Ash-Shaarimul Battaar Fit Tashaddi Lis Saharatil Asyraar edisi Indonesia Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur'an Dan Sunnah, Penulis Wahid bin Abdissalam Baali, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]
_________
Foote Note.
[1]. Tetapi, praktek ini mengandung kekufuran, kemusrikan dan kerugian yang benar-benar nyata
[2]. Tafsiir ar-Raazi. (II/231).
[3]. Tafsiir Ibnu Katsir (I/147).
[4]. Ibid.